Ilustrasi. (Dok. Ist) |
MALANG, KediriTerkini.id – Para peternak sapi perah mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) yang mewajibkan industri pengolah susu (IPS) menyerap susu segar dari peternak lokal.
Ketua Koperasi Peternakan Sapi Perah Setia Kawan, Nongkojajar, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan, Sulistyanto, mengungkapkan bahwa dalam pertemuan di Jakarta antara Menteri Pertanian (Mentan), peternak, dan IPS, telah dicapai kesepakatan mengenai kewajiban ini.
“Mentan dalam kesempatan tersebut telah menerbitkan surat yang mewajibkan IPS untuk menyerap susu dari peternak sapi perah,” kata Sulistyanto pada Selasa (12/11/2024).
Ia menjelaskan bahwa surat tersebut terbukti efektif. Setelah diberlakukan, IPS benar-benar mulai menyerap susu yang dihasilkan peternak sapi perah.
Sebelumnya, jumlah susu yang tidak terserap cukup signifikan. Anggota Koperasi Peternakan Sapi Perah Setia Kawan saja menghasilkan sekitar 20 ton susu per hari yang sebelumnya tidak terserap oleh IPS.
Kerugian akibat susu tak terserap
Produksi susu segar harian para peternak mencapai 98 ton. Dengan harga susu segar yang dipatok pada Rp8.000 per liter, kerugian koperasi akibat susu tak terserap mencapai Rp160 juta setiap hari.
Sulistyanto, yang juga menjabat sebagai pengurus Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Timur, menyebutkan bahwa produksi susu di wilayah Jawa Timur mencapai 900 ton per hari.
Namun, rata-rata sekitar 10% produksi susu sejak Oktober 2024 tidak terserap oleh IPS.
Desakan peningkatan dasar hukum
Sulistyanto menilai pentingnya surat Mentan tersebut ditingkatkan menjadi Instruksi Presiden (Inpres).
Dengan adanya Inpres, dasar hukum terkait kewajiban IPS menyerap susu dari peternak menjadi lebih kuat.
“IPS tidak bisa lagi berkilah, dan jika kewajiban tersebut dilanggar, ancamannya bisa berupa pencabutan izin,” jelasnya.
Ia juga menambahkan, meski hanya didasarkan pada surat dari Mentan, IPS sudah enggan melanggar aturan karena khawatir terkena sanksi.
“Mentan meminta peternak untuk melaporkan jika ada IPS yang menolak setoran susu, sehingga dapat dilakukan tindakan tegas,” ungkapnya.
Di sisi lain, Sulistyanto memastikan bahwa peternak berkomitmen untuk menyetor susu dengan kualitas terbaik, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh IPS.
Menurutnya, kebijakan ini merupakan tonggak penting bagi kebangkitan usaha peternakan sapi perah.
“Kebijakan ini memberikan jaminan kepada peternak sapi perah untuk menyetor susu tanpa rasa takut akan penolakan yang tidak beralasan. Apalagi jika surat ini ditingkatkan menjadi Inpres, maka dasar hukumnya akan semakin kuat,” tegasnya.
Latar belakang regulasi
Sulistyanto menjelaskan bahwa sejak adanya penandatanganan letter of intent antara Indonesia dan IMF, regulasi yang mengharuskan IPS menyerap susu lokal tidak lagi berlaku.
Sebelumnya, kewajiban tersebut diatur dalam Inpres No. 2 Tahun 1985 tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional.
Namun, kini ada harapan baru. “Alhamdulillah, kami lega dan bersyukur, Inpres tentang persusuan nasional akan diterbitkan lagi,” pungkasnya.
Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kepastian bagi para peternak, meningkatkan kualitas susu lokal, serta menguatkan ketahanan pangan nasional melalui sektor peternakan.